FOTO DAN BIOGRAFI
FOTOGRAFER NASIONAL YANG TELAH
GO INTERNASIONAL
1.
Oscar Motuloh
( Lampung Barat, 26 Mei 2020. Pukul 19.48)
Oscar Motuloh adalah seorang fotojurnalis
terkemuka Indonesia yang lahir di Surabaya pada tanggal 17 Agustus 1959. Ia
memulai karirnya dengan menjadi wartawan tulis Antara pada tahun 1988 setelah
mengikuti Kursus Dasar Pewarta (Susdape). Pada tahun 1990, dia ditunjuk oleh
Parni Hadi, pemimpin redaksi Antara untuk menangani biro foto. Pada awalnya,
Oscar belajar fotografi secara otodidak, namun pada taun 1991 dan 1993, ia belajar
mengenai fotojurnalisme di Hanoi dan Tokyo.
Oscar Motuloh pernah menjabat sebagai
direktur Biro Foto Antara, dan sekarang merupakan penanggung jawab dan kurator
Galeri Foto Jurnalistik Antara yang didirikannya pada tahun 1992. Galeri Foto
Jurnalistik Antara adalah galeri foto jurnalistik pertama dan satu-satunya di
Asia Tenggara yang terletak di daerah Pasar Baru, Jakarta Pusat. Di luar
jabatannya di Biro Foto dan Galeri Antara, ia juga mengajar fotojurnalistik di
Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta dan sering diundang
sebagai pembicara dalam acara diskusi foto, sebagai juri dalam lomba-lomba
foto, dan sebagai kurator pameran. Oscar Motuloh juga terlibat dalam
pembentukan Pewarta Foto Indonesia, sebuah organisasi yang menaungi para
fotojurnalis. Pada tahun 2011, Oscar Motuloh mendirikan Liga Merah Putih
bersama Julian Sihombing, Jay Subiakto, Enrico Sukarno, Yori Antar, John
Suryadmadja, dan Astafarinal St. Rumah Gadang.
Selain
aktif menjadi pewarta foto. Ia juga ikut mendirikan Pewarta Foto Indonesia,
organisasi yang menghimpun seluruh pewarta fto di Indonesia. Ia juga
mengajar di FFTV Institut Kesenian Jakarta serta beberapa perguruan tinggi di
Indonesia. Ia beberapa kali menyelenggarakan pameran dan workshop bertemakan
fotografi. Ia juga pernah menerbitkan sejumlah buku tentang fotografi,
Beberapa pameran tunggal yang pernah
diadakannya adalah “Voice of Angkor” yang diadakan pada tahun 1997 dalam
kerjasama dengan Pusat Kebudayaan Prancis di Jakarta,”Carnaval” pada tahun
1999, “Chansons Périphériques” pada tahun 2002 mengenai kaum minoritas di
Prancis, “The Art of Dying” pada tahun 2003 di Bentara Budaya Jakarta, dan yang
“Soulscape Road” atau “Lintasan Saujana Jiwa” pada tahun 2009 di Galeri
Salihara. Pameran foto “Soulscape Road” ini juga pernah dipamerkan di
Tropenmuseum di Amsterdam m kerjasama dengan Pemerintah Belanda.
Ia juga
mengedit buku foto seperti “Samudra Air Mata” yang diterbitkan di tahun 2005
yang menampilkan hasil karya 17 fotografer mengenai tsunami di Aceh.
Selain menjadi editor, ia juga mengkuratori beberapa buku foto dan pameran
seperti “The Struggle Continues, 100 Days On” yang diluncurkan di Galeri Foto
Jurnalistik Antara, “Viewpoints” yang menampilkan karya Sigit Pramono dan Lans
Brahmantyo, “Soul Oddyssey” pada tahun 2005, dan “Omar’s Visual Journey” pada
tahun 2010. Pada tahun 2005 juga, bekerja sama dengan 7 fotografer lainnya,
menerbitkan buku “The Loved Ones.” Pada tahun 2009 ia menerbitkan buku foto
“Soulscape Road” mengenai bencana-bencana yang terjadi di Indonesia. Pada tahun
2011, bersama dengan 9 fotografer lainnya yang sebagian besar tergabung dalam
Liga Merah Putih, mengadakan pameran foto dan peluncuran buku foto yang
berjudul “Indonesia A Surprise” yang diadakan di Galeri Salihara. Buku
Indonesia A Surprise ini menampilkan beberapa puisi dan essay dari Goenawan
Mohamad.
Sumber Gambar Oscar Motuloh
Sumber biografi
Sumber Hasil Foto
Ø
https://images.app.goo.gl/
Fee3Jr1Luzgky3ZY8
Ø
https://images.app.goo.gl/mXpoVVHtxokUgNMt5
( Lampung Barat, 26 Mei 2020. Pukul 19.58)
Erik prasetya adalah fotografer kelahiran Padang pada
tahun 1958. Pada awal tahun 2011, ia menerbitkan buku fotografi, Estetika
Banal, sebuah monograf yang merangkum
rekaman fotonya selama 20 tahun terhadap kota jakarta. Dalam fotonya ia
menggunakan suatu pendekatan agar menangkap apa yang terjadi pada
kesehariannya. Reformasi baginya bukanlah suatu eksotis. Reformasi adalah
sebuah gerakan yang terlibat di dalamnya.
Hampir semua foto-fotonya kecuali Celinci adalah kesehariannya.
Erik Prasetya juga merupakan maesstro fotografi indonesia yang mendunia.
Fotografer handal asal Padangini adalah
lulusan Institut Tekologi Bandung dan memulai karir dibidang industri
perminyakan. Tak berselang lama erik merubah bidang pekerjaannya.
Erik Prasetya memperoleh kamera pertama ketika
berumur 10 tahun, Erik Prasetya sangat tertarik untuk mengabadikan setiap
momen, dengan belajar cuci-cetak foto, di kamar gelap milik anak teman ibunya.
Pada 1990 ia memutuskan untuk memotret khusus di kawasan Sudirman-Thamrin. Pendekatan yang dilakukannya disebut street photography atau fotografi
jalanan, yang di masa tersebut belum populer di Indonesia. Ia menjelaskan pada
eranya dahulu, tepatnya pada tahun 1997, menjelang krisis moneter di Indonesia.
Erik Prasetya bersama
dengan Sebastian Salgado, fotografer dunia yang kala itu dibantu Erik untuk
memotret kota Jakarta, kesusahan untuk memotret suasana kota. Tiap kali ingin
memotret suatu tempat, di mal atau di taman kota, ia harus meminta izin, bahkan
dilarang. Di masa Suharto, semua dikontrol. Sebab itu fotografi jalanan tidak
pernah berkembang baik di masa Suharto. Fotografi jalanan membutuhkan
kedalaman. Ketika fotografer blusukan dan menampilkan sesuatu yang tidak
berkenan bagi penguasa, tindakan itu dianggap subversif.
Ia menjadi reporter berita dan bintang iklan, hingga pada
tahun 1997, ia bertemu dengan seorang jurnalis Sebastian Salgado. Erik pun
memutuskan untuk bekerja dibidang fotografi dibawah sebastian. Dengan arahan
sebastian, erikpun berhasil menemuka gaya fotografi. Erik hingga terkenal ke
luar negeri adalah foto street improvisational hitam putih. Karya erik yang
menjadikannya satu dari 30 fotografer paling berpengaruh diseluruh Asia adalah
jurnal dokumenter Jakarta selama 15 tahun,dengan judul Estetika Banal .
Hasil Foto Erik Prasetya
Sumber Foto Erik Prasetya
Ø https://www.whiteboardjournal.com/interview/9063/photography-and-jakarta-with-erik-prasetya/
Sumber Biografi
Sumber Hasil Foto
Ø https://images.app.goo.gl/mVsapDcXF18GQ2Td6
3.
Andreas Darwis Triadi
( Lampung Barat, 26 Mei 2020. Pukul 20.09)
Andreas
Darwis Triadi, sosok pria berdarah Jawa ini merupakan salah satu fotografer
profesional di Indonesia. Dia sudah menekuni bidang ini sejak tahun 1979.
Namun, banyak lika-liku kehidupan yang harus ia jalani sebelum ia terkenal
seperti sekarang. Kualitas hasil karyanya tidak perlu diragukan lagi. Ia bahkan
berhasil mendirikan sekolah fotografi bernama Darwis Triadi School of
Photograph di beberapa kota di Indonesia. Dia berkomitmen untuk selalu berbagi
ilmu tentang fotografi kepada yang ingin belajar dan melahirkan fotografer
profesional yang idealis.
Andreas
Darwis Triadi atau yang biasa dikenal dengan Darwis Triadi merupakan salah satu
fotografer profesional di Indonesia. Ia sudah berkecimpung di dunia fotografi
selama 40 tahun dimulai dari tahun 1979. Dia bahkan dipercaya untuk memotret
pasangan presiden dan wakil presiden Indonesia terpilih periode 2019-2024, Joko
Widodo dan Ma’ruf Amin dalam pemotretan resminya.
Namun siapa sangka bahwa pendidikan
yang ia tempuh sebelumnya tidak mempunyai korelasi dengan fotografi. Tetapi ia
berhasil membuktikan bahwa hasil perjuangannya tidak akan mengkhianati usaha
yang selama ini ia tempuh.
Perjalanan
hidup seorang Darwis Triadi memang tidak mudah, apalagi ketika dia mengambil
keputusan untuk meninggalkan dunia penerbangan dan mulai merintis kariernya
sebagai fotografer. Keputusannya tersebut sempat ditentang oleh kedua orang
tuanya, namun ia berhasil meyakinkan kedua orang tuanya bahwa ia juga dapat
mencapai kesuksesan dengan menjadi fotografer.
Perjuangannya tidak berhenti sampai di situ, ketika
ia memutuskan menjadi fotografer dan dia belum memiliki ilmu yang cukup ia
harus berjuang lebih untuk mendapatkan ilmu tentang fotografi.
Ia
mulai mendalami dunia fotografi secara otodidak. Ia juga membaca banyak buku
yang terkait dengan dunia fotografi dan banyak melakukan praktek langsung,
bahkan ia sempat mengikuti beberapa kursus di luar negeri.
Perjuangan panjang tersebut akhirnya dapat berbuah
manis, ia berhasil mengikuti pameran yang diadakan di Indonesia maupun di luar
negeri. Bahkan ia berhasil memenangkan beberapa penghargaan seperti Matsushita
Jepang.
Darwis
Triadi awalnya tidak menempuh pendidikan yang sejalan dengan kariernya saat
ini. Dia dulunya merupakan lulusan sekolah penerbangan. Pada tahun 1975 ia
menempuh pendidikan di sekolah penerbangan di daerah Curug yaitu LPPU Curug,
Tangerang. Setelah ia berhasil menyelesaikan pendidikannya tersebut, ia merasa
tidak klop dengan dunia penerbangan bahkan ia telah mendapat surat izin sebagai
penerbang pesawat pada 1978. Dia mengambi keputusan besar yaitu ia memutuskan
untuk beralih ke dunia fotografi.
Hal
tersebut merupakan sebuah keputusan yang sangat mengubah hidupnya, apalagi
dapat dikatakan ilmu tentang fotografinya masih belum memadai. Namun ia dapat
mengejar ketertinggalan mengenai ilmu fotografi dengan membaca buku yang
terkait dengan bidang fotografi dan melakukan praktek langsung ke lapangan.
Pada tahun 1983, ia memulai belajar fotografi secara
lebih mendalam dengan mengikuti berbagai kursus yang terdapat di beberapa
negara seperti Jerman dan Swiss. Alasan ia memilih Jerman dan Swiss sebagai
tempat kursus adalah kedua negara tersebut merupakan pusat alat-alat fotografi,
khususnya tentang teknik-teknik kamera dan pencahayaan.
Karya
Darwis di bidang fotografi juga bisa di lihat dari berbagai macam foto
produk-produk untuk iklan dari berbagai produsen besar seperti Nokia, Philips,
BCA, Permata Bank, Satelindo, Indofood,Sony Ericsson, Telkom, PT. Unilever,
Bank Mandiri, Mustika Ratu, Sari Ayu, Warner Music, Aquarius Music, Sony Music
Darwis juga telah menghasilkan karya berupa buku
mengenai fotografi seperti Kembang Setaman, Secret Lighting dan Terra Incognita
Tropicale. Juga majalah Indonesian Photographer.
Darwis
sering membuat seminar, dan workshop tentang fotografi. Dia juga telah
mendirikan lembaga pendidikan fotografi di Jakarta Selatan. Dan memiliki studio
Darwis Triadi Photography, dia juga membuka sekolah yang diberi nama Darwis
Triadi School of Photography. Sebuah tempat yang merupakan salah satu impian
dari Darwis, agar fotografi menjadi lebih terbuka.
Hasil Foto Andreas Darwis Triadi
Sumber Foto
Andreas Darwis Triadi
Sumber Biografi
Sumber Hasil Foto
Ø https://images.app.goo.gl/vesiuscswwqk8pmca
Ø Httos://images.app.goo.gl/fMCxo3riQuvGcj5z7
Ø https://www.facebook.com/andreasdarwis.triadi.9/photos?lst
_tl
4. Nicoline Patricia Malina
( Lampung Barat, 26 Mei 2020. Pukul 20.19)
Satu lagi
fotografer Indonesia yang mendunia kali ini berasal dari Surabaya, Nicoline
Patricia Malina.Pada awalnya, Nicoline telah menempuh pendidikan di bidang seni
di universitas Utrecht, Belanda. Setelah itu, ia mulai menekuni profesi sebagai
seorang model. Namun, sebagai model, Nicoline merasa tidak dapat mengembangkan
kreativitasnya.
Bermula dari
diskusi dengan rekan fotografer dalam sesi pemotretan, Nicoline memutuskan
untuk menekuni profesi fotografer. Nicoline semakin tertarik dengan dunia
fotografi karena ia merasa fotografi adalah cara terbaik baginya untuk
berinteraksi dengan dunia. Ia juga merasa bahagia saat mengoperasikan kamera.
Karir Nicoline sebagai fotografer pun bermula di negara Kincir Angin.
Gaya fotografi
Nicoline mudah dikenali karena memiliki ciri khas kaya akan warna dan detail
yang sempurna digabungkan dengan warna hitam putih sinematik. Selama karirnya,
Nicoline memiliki klien perusahaan-perusahaan internasional, seperti Elle,
Amica, Samsung, dan Coca Cola.
Kini Nicoline
telah kembali berkarir di negara asalnya, Indonesia. Pada tahun 2013, ia
mendirikan NPM Photography, sebuah lembaga konsultasi dan manajemen seniman
kreatif yang mewakili fotografer, ilustrator, pengarah, dan tim produksi
bidang fashion, pemotretan, gaya hidup, dan interior.
Hasil Foto Nicoline Patricia Malina
Sumber
fotoNicoline Patricia Malina
Sumber Biografi
Sumber Hasil Foto
Ø https://images.app.goo.gl/VEbNUpvuxaLWArpg8
5. Kayus Mulia
( Lampung Barat, 26 Mei 2020. Pukul 20.46)
Kayus memang
memiliki ketertarikan dengan fotografi dari awal. Kayus menempuh pendidikan
bidang arsitektur di Aachen, Jerman dan mendapatkan gelar Bachelor of
Art fotografi di Brooks Institute, Santa Barbara, Amerika Serikat.
Kemudian, Kayus
memulai karirnya di tahun 1986 sebagai fotografer Indonesia. Tepatnya di
Tangerang, Kayus membuka studio foto spesialisasi dalam fotografi industrial
dan otomotif. Kayus sendiri memiliki ketertarikan terhadap seni fotografi hitam
putih yang membuat ia menjadi salah satu dari sedikit fotografer modern yang
memproses dan mencetak fotonya sendiri.
Karya-karya
fotografi dari Kayus Mulia dipublikasi di Majalah Photo Asia dan Majalah
Digital Camera. Karya ini pun tak luput dari perhatian perusahaan kamera
ternama, Kodak. Atas prestasi ini, Kayus dipilih sebagai juri di kontes foto
Kodak ASEAN di Malaysia tahun 1997 dan kontes tahunan Salon Foto Indonesia.
Kayus dianggap
sebagai seorang “guru besar” di dunia fotografi. Hal ini dikarenakan Kayus
telah menggelar banyak seminar dan workshop bidang fotografi tentang
sudut pandang kamera dan seni fotografi hitam putih di Indonesia. Kayus Mulia
juga telah mengadakan banyak pameran fotografi ke luar negeri, seperti
Malaysia, Nepal, dan Tibet.
Hasil Foto Kayus Mulia
Sumber Foto Kayus Mulia
Sumber Biografi
Sumber Hasil Foto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar